1.
2.
PENGOBATAN MANDIRI
Seringkali
pasien melakukanpengobatan mandiri, sebelum pergi ke dokter berusaha mengobati
sendiri.Penanggulangan penyakit di rumah
dapat di lakukan dengan menggunakan obat atau tampa obat contohnya dengan
mengompres, menggosok denganobat gosok atau cara lain. Untuk penyakit ringan
dapat di obati sendiri tampa harus pergi ke dokter. Pengetahuan tentang
pengobatan mandiri sangant di perlukan terutama untuk daerah terpencil dan jauh
dari tempat praktek dokter atau Puskesmas.Beberapa penyakit harus di tangani
sebelum pergi ke dokter, jika di biarkan dapat membahayakan, sebagai contoh
demam tinggi pada bayi dapat menyebabkan kejang, oleh sebab itu harus segera di
beri obat penurun demam.
Pada
umumnya pengobatan mandiri di lakukan untuk berbagai tujuan yaitu:
a. Mengobati
penyakit, misalnya menyembuhkan luka dengan antiseptic, menyembuhkan cacingan,
diare ringan, sulit buang feses, sakit kulit seperti gatal atau panu, sakit
mata, maag, batuk dan sesak nafas.
b. Menghilangkan
gejala seperti menghilangkan nyeri pada infeksi gigi dengan asfirin atau
parasetamol, menurunkan demam pada tifus atau pada radang tenggorokan, tetapi untuk mengobati
infeksinya di perlukan antibiotic.
c. Memelihara
kesehatan, sebagai contoh penggunaan vitamin, obat cacing pada anak-anak setiap
6 bulan.
Jika
pasien tidak mengikiti petunjuk penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas,
dapat terjadi penggunaan tidak rasional.Aturan tertera pada kemasan, brosur atu
leflet. Beberapa kondisi khususnya yang perlu di perhatiakan pada pengobatan
mandiri adalah ibu hamil, menyusui, gangguan fungsi ginjal, hati, factor
genetic, pasien lanjut usia, pasien dengan penyakit tertentu seperti diabetes,
hipertensi, asma dan lain-alain. Disamping itu penggunaan obat yang bersamaan
denganobat lain (interaksi obat) harus juga mendapat perhatian karena dapat
merugikan atau meniadakan efek obat yang di inginkan.
Obat
yang dapat di beli tampa resep dokter di antranya obat sakit kepala, obat
demam,(analgetik-antipiretik, vitamin, obat maag (antasida), obat cacing, obat
diarae (obstipan, penjerap), salep kulit, obat tetes mata, pencahar, obat
batuk, dan obat lain-lain yang termasuk obat bebas (berlogo lingkaran hijau).
Dan obat bebas terbatas (berlogo lingkaran biru). Obat-obat tersebut harus
mengikuti aturan penggunaan seperti dosis, kapan digunakannya apakah sebelum
atu sesudah makan, interval pemakain, kondisi yang tidak boleh menggunakan dan
obat lain atau makanan yang tidak boleh bersamaan di gunakan. Semua aturan
tertulis pada kemasan atau bosur yang di lampirkan. Jika aturan tidak di penuhi
akan berakibat pada terganggunya kesembuhan penyakit atau timbul efek yang
merugikan abgi pemakai.
Sebagai
contoh penggunaan analgetik-antipiretik yang terus menerus atu lambung kosong
dapat menimbulkan tukak pada lambung dan usus sehingga timbul maag.Obat
anlgetik-antipiretik juga harus hati-hati pada penderita asma karena dpat
memperparah penyakit asma sehubungan dengan di hambatnya sintensis
prostaglandin yang di perlukan untuk relaksasi bronhus. Penggunaan vitamin c
pada penderita pirai (penyakit asam urat) akan menyebabkan penyakit asam urat
bertambah dalam tubuh dan akan mengurangi efek obat pirai. Penggunaan vitamin C
pada dosis tinggi dan terus menerus pada ibu hamil akan menyebabkankebutuhan
vitamin C pada bayi lebih tinggi, sehingga terlihat sebagai kekurangan vitamin
C yang di tandai dengan pendarahan gusi. Penggunaan antasida barsamaan dengan
obat lain dapat mengurangi absorpi obat lain sehingga mengganggu kesembuhan
penyakit. Penggunaan obat batuk yang mengandung obat pelonggar hidung (beta
simpatomimetika) harus hati-hati pada penderita hipertensi dan penyakit
jantung.
Jika
setelah penggunaan obat bebas terbatas tidak ada perbaikan penyakit maka di
anjurkan berobat ke dokter, sebagai contoh jika demam tidak hilang atau suhu
naik lagi setelah 2-3 jam menggunakan antipiretik maka harus segera di tangani
oleh dokter untuk mendiagnosis penyebabnya dan di pilih obat yang tepat, karena
antipiretik hanya menghilangkan gejala saja.
Dalam
pengobatan mandiri harus di perhatikan factor-faktor sebagai berikut:
a. Perhatikan
gejala penyakit dan pilih obat yang tepat.
b. Baca
keterangan yang terdpat pada brosur dan kemasan, perhatikan dosis satu
pemakaian dan jangan melebihi dosis sehari yang di anjurkan, bila tablet harus
di belah dengan teliti, atau bila terbentuk cairan gunakan sendok bertakaran
dengan teliti. Perhatikan bila ada peringatan dalam kemasan, misalnya bila
mengendarai kendaraan untuk obat yang menimbulkan mengantuk.
c. Perhatikan
kondisi pasien, misalnya hamil atau menyusui,jika ragu-ragu berkonsultasi
dengan dokter.
3. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK/ANTIMIKROBA
Penggunaan
antibiotic/ antimikroba perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi
resistensi mikroba yaitu mikroba menjadi tidak peka terhadap antimikroba
sehingga penyakit infeksi tidak sembuh bahkan bertambah parah.Untuk
mengingatkan pasien biasanya pada kemasan obat di tulis “di gunakan sampai
habis” artiny walupun sudah merasa sehat antibiotic harus tetap di gunakan
sampai habis. Penggunaan antibiotic atau antimikroba yang rasional adalah dosis
yang digunakan harus tepat, pengobatan harus continue tidak lupa makan obat,
lama pengobatan harus memadai.
Dosis
harus tepat tidak kurang dan tidak terlalu besar sehingga mampu membunuh
mikroba secar sempurna, tidak terjadi infeksi ulang oleh mikroba yang sama yang
di sebut superinfeksi dan tidak timbul efek toksik karena kelebihan dosis.
Penggunaan antibiotic tidak boleh terputus atau lupa di gunakan mikroba tidak
di beri kesempatan untuk mempertahankan diri menjadi resisten. Demikian jiga
lama pengobatan harus cukup bergantung dari jenis penyakitnya, ada yang cukup
dengan dosis tunggal seperti pada penyakit gonore ada juga yang prlu di obati
selama 2 bulan sampai 2 tahun contohnya pada penyakit tuberculosis, secara umum
antibiotic digunakan sekurang kurangnya 3-5 hari.
Beberapa
obat antibiotic dan obat antimikroba sintetik (khemoterapeutik) dapat
berpenetrasi melalui plasenta ke dalam Rahim sehingga tidak boleh di gunakan
pada ibu hamil karena dapat mengganggu perkembangan janin.Uraian lebih lengkap
dapat di lihat pada penggunaan obat ibu hamil.
4. PENGGUNAAN OBAT PADA KEHAMILAN
Obat
yang digunakan oleh wanita hamil dapat sampai kepada janin jika dapat
berpenetrasi ke plasenta.Obat tersebut dapat di kelompokan ke dalam zat yang di
perlukan oleh janin seperti vitamin, obat yang tidak toksik untuk janin dan
obat yang dapat menyebabkan kecacatan pada janin (teratogenik).
Kehamilan
terdiri dari 4 tahp yaitu:
a. Tahap
preimplantasi yang berlangsung selama 12 hari setelah konsepsi
b. Fase
inplantasi yang di ikuti dengan organogenesis terjadi pada hari ke 13-56, baik inplantasi
maupun organogenesis termasuk pengembangan embrio yang termasik ¼ kehamilan
awal atau2/3 trimester pertama.
c. Pertumbuhan
dan pengembangan terutama system saraf pusat (SSP), endokrin dan system
muskuloskelet (3/4 kehamilan terakhir),
d. Fasa
saat sebelum melahirkan, pada fase ini terus dapat di pengaruhi langsung atu
tidak langsung oleh obat yang di konsumsi ibunya.
Obat yang bersifat teratogenik harus di
hindari oleh ibu hamil, walaupun obat dapt bersifat toksin untuk usia kehamilan
tertentu. Sehubungan dengan fase kehamilan yang sudah di paparkan di atas maka
beberapa obat tertentu kontraindikasi untuk usia kehamilan tertentu. Contohnya
tetrasiklin toksin pada usia kehamilan mulai bulan ke 4 karena mengganggu
pertumbuhan tulang, sulfonamide berbahaya pada saat akan melahirkan karena
dapat menyebabkan bayi kering pada saat di lahirkan, kinin dapat menyebabkan
keguguran pada awal kehamilan atau trimester pertama karena meningkatkan
uterus, pada umumnya atnti \histamin dpat menyebakan kecacatan terutama
trismester pertama, aspirin dapat menimbulkan kehamilan pada awal kehamilan,
trimetoprin, rifampisin dan griseofulvin tidak di gunakan selama kehamilan
karena dapat menyebabkan kecacatan, kloramfenikol tidak di gunakan mulai
trismester ke2 karena mengganggu pembentukan darah, antikogulan warfarin dapt
menyebabkan defek SPP dan pendarahan pada trismester ke 2dan ke 3, antiepilepsi
seperti difenil hidantoin, karbamazepin dan fenobarbital dapt menyebabkan
gangguan perkembangan yaitu retardasi mental, abnormalitas kraniofasial, defek
pertumbuhan fisik dan asam valproat menyebabkan malformasi.
Di samping obat, bahan makan dan minuman
juga harus di perhatikan seperti alcohol dapat menyebabkan defek SPP,
abnormalitas kraniofasial, gangguan mental, terbelakang, penurunan bobot badan
sampai kematian.Kafein yang terdapat dalam minuman kopi lebih kurang 6-8
cangkir perhari dapat menyebabkan bobot badan bayi turun saat di lahirkan,
lahir premature atau meninggal.Kafein murni sebagai obat dengan dosis 150mg
perhari dapat menyebabkan aborsi pada trismester ke 2 dan 3.
Factor lain yang dapt mempenharuhi janin
adalah merokok, dari data wanita hamil perokok berat kurang dari 1 bungkus per
hari di peroleh data kematian fetus 20%, dan perokok lebih dari 1 bungkus
perhari 35% fetus mati.
Hal-hal yang harus di informasikan
kepada ibu hamil adalah
a. Menghindari
penggunaan obat yang tidak begitu penting dan jika tidak dapat di hindari pilih
obat yang aman yang tidak kontra indikasi untuk ibu hamil (dapat di baca pada
brosur atau kemasan)
b. Perhatiakan
cara penggunaan dan atur pakai obat
c. Bila
tidak yakin akan obat yang akan digunakan, konsultasi daengan dokter.
5. PENGGUNAAN OBAT PADA IBU MENYUSUI
Beberapa
obat dapat berpetrasi pada air susu ibi (ASI) dan dapat terkonsumsi oleh bayi
sehingga menimbulkan efek yang tidak di inginkan untuk obat tertentu. Factor
yang dapat mempengaruhi konsentrasi zat ASI adalah factor ibu yaitu komposisi
susu dan aliran darah ke kelenjar mammae, factor obat yaitu berat molekul obat,
pKa, ikatan protein, kelarutan dalam lemak, dosisi dan interval dosis dan
formulasi sedian obat. Di samping itu factor bayi juga dapat mempengarihi jumlah
obat yang terkonsumsi dan jumlah toksisitas pada bayi yaitu jumlah ASI yang di konsumsi,
factor fisologis yang berbeda dengan orang dewasa yaitu pH saluran cerna yang
lebih tinggi, perubahan flora saluran cerna, waktu transit saluran cerna yang
lebih lama, jumlah enzinm pancreas dan garam empedu yang lebih sedikit,
afinitas protein terhadap obat lebih rendah, persentase volume cairan
ekstraseluler lbih besar, eliminasi melalui ginjal dan hati menurun.
Semua
obat yang berpenetrasi ke ASI perlu hati-hati di gunakan pada ibu hamil kecuali
yang bermanfaat seperti vitamin.Semua antibiotic di sarankan tidak di gunakan
oleh ibu menyusui karena dapat menyebabkan sensitisasi pada bayi.Obat yang
konta indikasi pada ibu menyususi oleh obat kanker (siklofosfamid, metroteksat,
doksorubisin, fluorourasil dll), bromokriptin, amiodaron, amfetamin, kokain,
siklosporin, ergotamine, isotretinoin, litium, marijuana, fensiklidin, nikotin
(merokok).
Obat
yang harus hati-hati di gunakan pada ibu menyusui adalah asebutolol, aluminium,
amantadine, antidepresan (amitriptilin, amoksapin, desipramin, doksepin, fluoksetin,
flivoksamin, imipramine dll), antipsikotik (klorpromazin, haloperiodel,
mesoridazin perpenazin), atenonol, benzodiazepine, primidon, indometazin,
mesalamin, matador, mertonizanol, asam nalidoiksat, nitrofurantoin, primidon,
fenitoin, sulfonamide, dan sulfasalain.
Untuk
mengurangi penerapan obat pada bayi dapat di lakukan beberapa tahap pendekatan
dengan cara sebagai berikut:
a. Menghindari/
menahan penggunaan obat
Sakit kepala dan pilek jika masih biasa
di tahan tiodak minum obat dan di tangani dengan istirahat.
b. Menunda
penggunaan obat
Penggunaan obat di tunda dulu bila sudah
saatnya menyusui
c. Memilih
obat yang sedikit terdistribusi ke dalam ASI
Dalam satu golonagn obat dapat di cari
obat yang paling sedikit terdistribusi ke dalam ASI karena umumnya sangat
nervariasi, contohnya dalam golongan beta bloker.
d. Memilih
rite pemberian alternative
Dengan memilih rute penggunaan obat
dapat mengurangi kadar obat dalam darah dan akan mengurangi kadar obat dalam
ASI, contoh penggunaan kortikosteroid secara inhalasi pada asam, penggunaan
kortikosteroid topical, penggunaan bronchodilator dekongestan secara inhasi
e. Menghindari
menyusui dapa puncak konsentrasi obat pada ASI
Secara umum puncak obat dalam ASI 1-3
jam penggunaan obat oral, menyusui dapat di ataur setelah 4 jam penggunaan
obat, dapat di pilih obat dengan waktu paro pendek dan tidak menggunakakn
sediaan obat lepas lambat. Tetapi cara ini akn sulit bila bayi menyusui tidak
teratur.
f. Menggunakan
obat pada saat bayi tidur paling lama
Dapat di gunakan untuk obat yang
digunakan satu kali dalam satu hari
g. Menunda
menyusui apabila penggunaan obat temporer
Selama penggunaan obat tidak menyusui,
ASI di pompa dan tidak di berikan, pemompaan ASI untuk mempertahankan agar ASI
tetap di produksi dan mengalir.Contaohnya pada pengobatan gigi memerlukan
pengobatan yang singkat. Pemberian asi di lakukan setelah obat di hentikan
yaitu setelah 2 kali waktu paro obat (eliminasi 50-75%), untuk yang
membahayakan walaupun dengan dosis kecil atau cenderung kumulasi setelah 5 kali
waktu paro (eliminasi 94-97%).
h. Menghentikan
menyusui
Bila obat sangat di perlukan dan
membahayakan jiwa ibu jika tidak di konsumsi dan membahayakan untuk bayi maka
pemberian ASI dapat di hentikan, contohnya pada pengobatan kanker.
6.
PENGGUNAAN
OBAT PADA ANOMALI GENETIK
Factor genetic dapat memodifikasi efek
obat, metabolism dan kadar obat dalam darah, contoh kelainan genetic adalah
defisiensi glukosa 6 fosfat dehigdrogenase, aktivitas asetil trasferase menurun
atau terlalu aktif, defisiensi glikuronil trasferase, peningkatan
aktifitas-aminolevulinat sinterase, defisiensi methemuglobin reduktase,
defisiensi katalase dan defisisensi methemuglobin reduktase.
Pada individu defisisensi ebzim glukosa
-6 fosfat dehigdrogenase dapat terjadi peningkatan efek samping terhadap darah
merah yaitu anemia hemilitik, contohnya pada pemakaian primakuin dan anti
malaria lain, golonagn sulfonamida, nitrofurantoin, analgetik, vitamin K dan
analog vitamin K, aspirin, fenasetin, naproxen, para amino salisilat,
asetanidil, penisilin dosis tinggi, kaotopril, sulfon (Dafson), metil dopa dan
asam nalidiksat.
Pada defisiensi glukuronil trasfaranse
terjadi peningkatan efek samping obat yang di metabolism dengan enzim tersebut,
yaitu peningkatan bilirubin dalam darah dapat terjadi pada penggunaan
sulfonamide dan gray syndrome bisa terjadi pada penggunaan kloramfenikol.
Anomaly enzim asetiltrasfarase
menyebabkan obat yang di metabolism enzim tersebut menurun aktivitasnya pada
aktivitas asetil trasfarase yang lebih tinggi dan meningkat waktu paronya lebih
panjang pada aktivitas enzim yang menurun. Contohnya untuk asetilator cepat
waktu paro isoniazid kurang dari 2,5 jam, sedangkan pada asitilator lambat
waktu paro isoniazid lebih dari 2,5 jam.
Pada individu defisiensi methemuglobin
reduktase, senyawa nitrit, fanaserin, naftalen (pengawet mainan) menjadi lebih
toksin dapat menyebabkan methemuglobinemia yang di tamtai dengan sianosis.
Anomia genetic lain polimorfisme
kolinesterase dengan aktivitas menurun dapat menyebabkan suksametonium
(perelaksasi otot) tidak di uraikan dengan bekerja lama sehingga menimbulkan
kelumpuhan pada pernafasan.
Produksi berlebih –aminolevulinat
sintetase dapat meningkatkan pembentukan porfirin dan timbul forfiria.Porfiria
akn meningkat pada obat yang efek sampingnya porfiria seperti pada antijamur
griseofulvin, barbiturate, alil barboiturat, fenobarbital, fenilbutazon,
sulfonamide, estrogen, pregnandiol, pregnanolol, sulfon, klorokuin, sedormid.
Pada individu yang menderita
akatalasemia tidak mampu menguraika hydrogen peroksida yang biasa di gunakan
pada penanganan gigi, dan dapat terjadi parodontosis, nyeri gisi, serta
methemuglobinemia.
7.
PENGGUNAAN
OBAT PADA GANGGUAN GINJAL
Penderita gagal ginjal harus hati-hati
dalm menggunakan obat terutama di eksresi dalam jumlah besar ke dalam urin.
Beberapa obat dapat menyebabkan peningkatan kerusakan ginjal seperti nekrosisi
tubulus akut oleh obat antibiotic golongan aminoglikosia, amfoterisin,
sefalosporin, polimiksin dan sulfonamide, logam merkuri, bismut dan antimon,
zat lain seperti asetaminofen, karbamazepin, siklospirin, sisplatin dan
metotreksat,di samping itu media kontras untuk diagnosis dapat menyebabkan
nekrosisi tubulus akut. Glomerulonephritis dapat di sebabkan oleh allopurinol,
ampisislin, kaptopril, penisilamin, rifampin, sulfonamide dll.
Penggunaan obat pada gagal ginjal dapat
menyebabkan kumulasi dan toksisitas meningkat. Jika obat sangat di perlukan
dapat dai usahakan dengan Pengaturan dosis, dapat dengan dosisi atau
memperpanjang interval pemakaian.
8.
PENGGUNAAN
OBAT PADA GANGGUAN HATI
Obat yang dapat menginduksi kerusakan
hati harus di pertimbangkan penggunaannya pada gangguan hati. Obat yang
metabolisme dalam jumlah besar di hati
akn membebani karja hati dan dapat memperparah kerusakan hati, demikian
juga obat yang metabolismenya merusak hati (hepatotoksik) tidak boleh di
gunakan pada gangguan fungsi hati.
Obat yang tergolong hepatotoksik
menyebabkan insiden kerusakan hati lebih besar pada geriatric.Contoh obat hepatotoksik : allopurinol, amfoterisin
B, kloramfenikol, klordiazepoksid.
Klorpromazin, siklofosfamid, sikloserin,
difenihidantoin, eritromisin estolat, indometasin, tolbutamid, metotreksat,
metildopa, metiltiourasil, novobiosin, oleandomisin, oksasilin, oksazepam, PAS,
perfenazin, fenotiazin, prokainamid, propiltiourasil, sulfonamida, tetrasiklin,
haloperidol, imipramine.
9. PENGGUNAAN OBAT PADA BAYI,
ANAK-ANAK DAN USIA LANJUT
Fisiologi tubuh pada bayi dan usia
lanjut (usia lebih dari 65 tahun) berbeda dengan orang dewasa. Perbedaan ini
akan berakaibat pada perbedaan absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi
obat sehingga efek obat dapat berubah.
Pada bayi yang baru lahir (neonatus)
Produksi asam lambung lebih rendah dan derajat prmgosongan lambung juga lebih
rendah sehingga obat yang di absorpsi di almbung akan meningkatkan ansorpsinya
karena berada lebih lama di almbung. Tetepi setelah usia 24 jam, Produksi asam
lambung pada bayi meningkat dan Ph turun tetapi belum sebanding dengan Produksi
asam lambung pada orang dewasa yang berdampak pada lebih rendahnya absorpsi
obat yang bersifat asam lemah seperti aspirin. Tubuh bayi terdiri dari 75% air,
sehingga volume disrtibusi sejumlah obat meningkat. Sebagai contoh volume
distribusi teofilin pada neonates 1 liter/kg sedangkan pada anak usia 6 tahun
adalah 0,48 liter/kg. pada bayi 56% air tubuh total adalah cairan ekstraseluler
dan 44% cairan intraseluler sedang pada
orang dewasa 60% cairan ekstraseluler dan 40% cairan intraseluler, hal ini
menyebabkan perbrdaan distribusi obat.
Obat dalam bentuk bebas lebih banyak pada
neonatus karena protein plasma lebih sedikit.Contoh fenitoin merupakan obat
yang terikat dalam jumlah besar dalam protein plasma yaitu 90% pada orang
dewasasedangkan pada neonatus hanya 70%.Hal ini berdampak pada peningkatan
aktivitas obat dan kemungkinan dapat menjadi toksik.
Sisten metabolisme pada bayi belum
lengkap, enzim microsomal hati belum terbentuk denag sempurna sehingga beberapa
obat menjadi toksik. Sebagai contoh kloramfenikol pada bayi usia 1 minggu denan
dosis 100mg/kg berat badan per hari terjadi komulasi kloramfenikol dan
menyebabkan koleps kardiovaskular serta sianosis yang di kenal dengan gray beby syndrom .pada neonatus
tersebut enzim glukuronil trasferase yang di parlukan untuk konyugasi
kloramfenikol dengan asam glukuronat belum terbentuk sehingga kloramfenikol
menjadi toksik. Maka agar keamanan untuk pasien terjamin kloramfenikol dai
anjurkan tidak digunakan pada usia kurang dari 2 bulan. Jika kloramfenikol
sangat di perlukan dan tidak ada pengganti lain maka dapat di gunakan dosis 25mg/kg
berat badan per hari.
Demikian juga sistem eksresi ginjal
berbeda orang dewasa. Kemampuan filtrasi di glomerulus dan sekresi tubulus
ginjal pada bayi usia 1 bulan hanya 50% dari orang dewasa, akibatnay waktu paro
obat lebih panjang pada bayi.
Pada usia lanjut, perbedaan Fisiologi
dengan orang dewasa meliputi aliran darah ke ginjal, hati, dan usus akibat
penurunan curah jantung mengakibatkan filtrasi di glomerulus menurun,
metabolisme di hati menurun dan absorpsi di usus lebih sedikit. Waktu pengosongan
lambung dan gerak saluran cerna menurun sehingge obat kontak lebih lama dalam
saluran cerna yang memungkinkan toksisitas lokal. Di samping itu lemak tubuh
meningkat yang dapat menyebabkan distribudi obat yang larut lemak naik dan
volume distribusi obat larut air menurun., aktivitas enzim menurun sehingga
metabolisme obat menurun, Ph lambung lebih tinggi yang dapat meningkatkan
absorpsi obat bersifat basa lemah mulai di lambung, penurunan albumin plasma
dapat meningkatkan obat yang bebas sehingga efeknya meningkat dan memungkinkan
muncul toksisitas. Umumnya ukursn tubuh usia lanjut lebih kecil di bandingkan
dengan tubuh orang yang lebih muda.
Penggunaan obat pada usia lebih lanjut
harus mendapat perhatian khusus, umumnya dosis dapat di turunkan karena
metabolisme dan eksresi menurun, pemberian vitamin lebih sering karena absorpsi
menurun dan harus ada yang mengawasi karena seringkali terjadi ganmgguan daya
ingat (alzheimer).
10. PENGGUNAAN OBAT BERSAMAAN DENGAN OBAT LAIN
Pada penanganan suatu penyakit
seringkali tidak hanya satu obat yang di gunakan, contohnya obat anti infeksi
sering di kombinasi dengan obat penurun demam, vitamin, dll.
Pada penggunaan polifarmasi dapat
terjadi interaksi obat yang memungkinkan meningkatkan, menurunkan bahkan
meniadakan efek yang di inginkan, atau
mengkatkan efek samping dan toksisitas salah satu obat, interaksi obat yang
merugikan harus di hindari umumnya dengan mengatur interval pemberian tau
mengganti dengan obat lain yang tidak berinteraksi.
Sebagai contoh interaksi obat yang
merugikan adalah golongan aminoglikosida dengan golongan sefalosforin akan
meningkatkan kerusakan ginjal, penggunaan garam kalsium dengan antibakteri
siprofloksasin akan terbentuk kompleks khelat yang tidak di absorpsi dalam
saluran cerna sehingga infeksi tidak sembuh, penggunaan hormone kontrasepsi
oral dengan ripamfisin dalam jangkla waktu lama akan mempercepat penguraian
kontrasepsi oral sehingga mengagalkan program keluarga berencana. Penggunaan 2
obat yang bersifat hepatotoksik harus di hindarkan seperti parasetamol dengan
ripamfisin karena dapat meningkatkan kerusakan hati.
Penggunaan obat pada kondisi ada
penyakit lain juga harus di perhatikan contoh obat pada penderita asma dan
hipertensi, penggunaan kortikosteroid atau adrenalin unruk asma dapat
memperparah hipertensi sedangkan penggunaan beta bloker seperti propanolol
untuk antihipertensi dapat memperparah asma.
RINGKASAN
Penggunaan obat secara rasional
melibatkan dokter sebagai penulis resep, apoteker dalam Pembuatan dan
penyerahan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi yang
menandai, pasien yang di tuntut kepatuhannya dalam penggunaan obat, pemerintah
dalam penyediaan obat di Indonesia yang
harganya terjangkau oleh masyarakat. Di rumah sakit melinbatkan perawat dalam
penyiapan obat serta pemberian obat kpada pasien.
Penggunaan obat harus mendapat perhatian
khusus, pada ibu hamil, ibu menyusui, pasien ngagal ginjal, insufisiensi hati,
bayi, usia lanjut, pada kondisi sedang menggunakan obat lain dan pasien anomaly
genetik. Di samping itu perlu di perhatikan untuk obat yang di pilih oleh
pasien yaitu obat bebas dan obat bebas terbaras yang dapat di beli bebas harus
di berikan informasi yang memadai, di serahkan bersama leaflet dan keemasan
asli agar petunjuknya dapat di baca oleh pasien. Penggunaan antibiotic penting
di perhatikan karena jika dosis tidak memadai atau lama Pengobatan tidak cukup
atau Pengobatan tidak continue dapat memicu timbulnya resistesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar